Cerita Dewasa Memek Perawan Pembantu |
hanti baru saja selesai menyapu
lantai. Dan sekarang ia berniat mencuci piring kotor. Ia berjalan masuk
kedalam dapur dan mendapati Mbak Tuti sedang membenahi peralatan dapur.
Pada jam seperti ini restoran tempat mereka bekerja sudah sepi. Hari ini
giliran Shanti yang harus pulang lambat karena ia harus merapikan
restoran untuk buka nanti malam. Begitulah keadaan restoran dikota
kecil, pagi buka sampai jam 3 sore lalu tutup dan buka kembali jam 7
malam. Shanti tahu ia tak akan sempat pulang karena ia harus bekerja
merapihkan tempat itu bersama Tuti.
Cerita Dewasa Perawan
Shanti adalah seorang gadis yang
cantik dan ramah. Usianya sudah 17 tahun dan ia tak dapat lagi
meneruskan sekolahnya karena orang tuanya tidak mampu. Wajahnya oval dan
sangat bersih, kulit gadis itu kuning langsat. Mata Shantibersinar
lembut, bibirnya kemerahan tanpa lipstik. Shanti mempunyai rambut yang
panjang sampai dadanya, berwarna hitam, tubuhnya seperti layaknya gadis
kampung seusianya. Buah dada Shanti membusung walaupun tidak dapat
dikatakan besar namun Shanti memiliki pantat yang indah dan serasi
dengan bentuk tubuhnya. Pendek kata Shanti seorang gadis yang sedang
tumbuh mekar dan selalu dikagumi setiap pemuda dikampungnya.
Tuti seorang wanita yang sudah berusia
32 tahun. Ia seorang janda ditinggal cerai suaminya. Sudah 3 tahun Tuti
bercerai dengan suaminya karena laki-laki itu main gila dengan seorang
pelacur dari Jawa Tengah. Tuti bertubuh montok dan bahenol. Semuanya
serba bulat dan kencang, wajahnya cukup manis dengan rambut sebahu dan
ikal. Bibir Tuti sangat menggoda setiap laki-laki, walaupun hidungnya
agak pesek. Kulit Tuti berwarna coklat tua karena ia sering ke pasar dan
ke sawah sebagai buruh tani kalau sedang musim tanam atau panen. Tuti
dulunya adalah seorang pelacur daerah Tretes, Jawa Timur. Dulu uang
begitu gampang diperoleh dan laki-laki begitu gampang dipeluknya, sampai
akhirnya hukum karma membuat ia menjanda karena sesama teman
seprofesinya juga. Banyak orang dikampung yang diam-diam mengetahui
sejarah kelam Tuti dan banyak juga yang mencoba hendak memanfaatkan dia.
Tapi selama ini Tuti terlihat sangat cuek dan sinis terhadap
orang-orang yang menggodanya. Buah dada Tuti besarnya bukan main, sering
ia merasa risih dengan miliknya sendiri. Tapi ia tahu buah dadanya
menjadi buah-bibir baginya. Dan sedikit banyak ia juga bangga dengan
buah dadanya yang besar dan kenyal itu. Tuti juga memiliki pantat yang
besar dan indah, nungging seperti meminta……. tubuh Tuti sering menjadi
mimpi basah para pemuda dikampungnya.
“Shan, kamu sudah punya pacar belum?”
Tiba Tuti berjongkok didepan Shanti dan mulai membantu gadis itu mencuci
pirng-piring kotor. Shanti terkikik dan menggeleng.
“Belum tuh”
“Lho? Gadis secantik kamu pasti banyak yang naksir” kata Tuti sambil memandang Shanti. Shanti tertawa lagi.
“Payah.?? semuanya mikir kesitu melulu” Jawab Shanti.
“Memang.?? laki2 itu kalau melihat perempuan pikirannya langsung ingin ngewe” kata Tuti tanpa merasa risih berkata kasar.
“Ah mbak, jangan suka ngomong gitu ah” timpal Shanti.
“Kan nggak ada yang dengar ini” Jawab Tuti. Mereka terdiam lama.
“Mbak…….” suara Shanti menggantung. Tuti terus mencuci.
“Mmmm?” Jawab wanita itu.
“Ngggg………”
“Ngomong aja susah banget sih” Tuti mulai hilang sabar. Shanti menunduk.
“Ngg…… anu…….. ngewe itu enak nggak sih?” Akhirnya keluar juga. Tuti memandang gadis itu.
“Yaaa…….. enaak banget Shan, apalagi kalo yang ngewein kita pinter” jawab Tuti seenaknya.
“Maksud mbak?” Shanti penasaran.
“Iya pinter………. bisa macam-macam dan
punya kontol yang keras!” kata Tuti sambil terkikik. Shanti merah padam
mendengarnya. Tapi gadis itu makin penasaran.
“Bisa macam-macam apa sih, Mbak?”
tanya Shanti. Tuti memandangnya sambil menimbang. Ah……. toh nanti gadis
kecil ini harus tahu juga. Dan Shanti sungguh cantik sekali, sekilas
mata Tuti tertumbuk pada posisi Shanti yang sedang berjongkok. Tuti
melihat gadis itu mengangkang dan terlihat celana dalam gadis itu
berwarna coklat muda.
“Macam-macam seperti tempik kita
diciumin, dijilat bahkan ada yang sampai mau ngemut tempik kita lohh….”
jawab Tuti. Entah kenapa Tuti merasa sangat terangsang dengan jawabannya
dan darahnya mendidih melihat selangkangan Shanti yang bersih serta
mulus.
“Idiiiih…… jorok ihhhh….. kok ada yang mau sih?” Shanti sekarang melotot tak percaya.
“Lho…… banyak yang doyan ngemut memek
Shan. Ngemut kontol juga enak banget kok” jawab Tuti masih terus melihat
selangkangan Shanti.
“Astaga……. masak anunya lelaki
diemut?” Shanti merasa aneh dan jantungnya berdebar, ia merasa ada
aliran aneh menjalar dalam dirinya. Gadis itu tidak mengerti bahwa ia
terangsang.
“Oh enak banget Shan, rasanya hangat dan licin, apalagi kalo ehm…… ehmm………”
“Kalo apa mbak?” Shanti makin
penasaran. Tuti merasa melihat bagian memek Shanti yang tertutup celana
dalam krem itu ada bercak gelap, tapi Tuti tidak yakin.
“Yaaa…….. malu ahhh….!” Tuti sengaja membuat Shanti penasaran.
“Ayo doong mbak” rengek Shanti. Tuti
sekarang yakin bahwa memek gadis itu sudah basah sehingga terlihat
bercak gelap di celana dalamnya. Tuti sendiri merasa sangat terangsang
melihat pemandangan itu.
“Kalo pejuhnya menyembur dalam mulut
kita, rasanya panas dan asin, lengket tapi enak banget!” bisik Tuti
didekat telinga Shanti. Shanti membelalakkan matanya.
“Apa itu pejuh?” tanyanya. Tuti merasa tidak tahan.
“Pejuh itu seperti santan yang sering
bikin memek kita basah lho” Jawab Tuti. Ia melihat bagian memek Shanti
makin gelap, wah gadis ini banjir, pikir Tuti.
“Idiiihhh amit-amit, jorok banget sih”
“Lho kok jorok? Laki-laki juga doyan banget sama santan kita, apalagi kalo memek kita harum, tidak bau terasi”
“Idiiihh mbak saru ah!”
“Tapi aku yakin memek kita pasti wangi, soalnya kita kan minum jamu terus”
“Udah ah, lama2 jadi saru nih” kata Shanti. Tuti tertawa.
“Kamu udah banjir yaaa?” goda Tuti. Shanti memerah, buru-buru ia merapatkan kedua kakinya.
“Ahhh….. Mbaakk!!!” Tuti tersenyum melihat Shanti melotot.
“Nggak usah malu, aku sendiri juga
basah nih” Kata Tuti. Ia lalu membuka kakinya sehingga Shanti bisa
melihat celana dalam putih dengan bercak gelap ditengah, Shanti terbelak
melihat bulu-bulu kemaluan Tuti yang mencuat keluar dari samping celana
dalamnya, lebat sekali, pikirnya.
“Ihhh….. mbak jorok nih” desis Shanti. Tuti terkekeh.
“Mau merasakan bagaimana tempik kamu diemut?” bisik Tuti. Shanti berdebar.
“Ngaco ah!”
“Aku mau emutin punya kamu, Shan?” Tuti mendekat. Shanti buru-buru bangun dan mundur ketakutan. Tuti tertawa.
“Kamu akan bisa pingsan merasakannya” bisik Tuti lagi.
“Ogah ah….. udah deh…… jangan nakut-nakutin akhh” Shanti mundur mendekati pintu kamar mandi dan Tuti makin maju.
“Nggak apa-apa kok…. cuman diemut aja kok takut?”
“Masak mbak yang ngemut?”
“Iya… supaya kamu tahu rasanya”
“Malu ahhhh…….”
“Nggak apa-apaaa……” Tuti mendekat dan
Shanti terpojok sampai akhirnya pantatnya menyentuh bibir bak mandi. Dan
Tuti sudah meraba pahanya. Shanti merinding dan roknya terangkat ke
atas, Shanti memejamkan matanya. Tuti sudah berjongkok dan mendekatkan
wajahnya ke memek Shanti yang tertutup celana dalam. Tuti mencium bau
memek Shanti, dan Tuti puas sekali dengan harumnya memek Shanti. Dulu ia
sering melakukan hal-hal seperti ini, malah pernah ia bermain-main
bersama 4 pelacur sekaligus untuk memuaskan tamunya.
Tubuh Shanti gemetar dan seluruh bulu
kuduknya meremang, gadis itu merasa suhu tubuhnya meningkat dan
perasaannya aneh. Tuti mulai menciumi memek Shanti yang masih tertutup.
Pelan-pelan tangannya menurunkan celana dalam Shanti dan Tuti terangsang
melihat cairan lendir bening tertarik memanjang menempel pada celana
dalam gadis itu ketika ditarik turun. Tuti menjulurkan lidahnya memotong
cairan memanjang itu dan lidahnya merasakan asin yang enak sekali.
Memek Shanti sungguh indah sekali, tidak terlihat bibir kemaluannya
bahkan bulu-bulunya pun masih halus dan lembut. Tuti mencium dan mulai
melumat memek Shanti. Gadis itu mengerang dan menggeliat-liat ketika
lidah Tuti menjalar membelai liang memeknya. Shanti benar-benar shock
dengan kenikmatan aneh yang dirasakannya,
ada perasaan geli dan jijik, tapi ada perasaan nikmat yang bukan alang
kepalang. Gadis itu merasakan keanehan yang belum pernah dirasakan
sebelumnya. Bulu kuduknya berdiri hebat tatkala lidah Tuti menyapu
dinding memeknya, Shanti menggeliat-liat menahan perasaan nyeri nikmat
bagian bawah perutnya.
“Aahhh…. Mbak… uuuhhhh….. ssshhhhh….
ja…. jangan mb….. mbbak! Ji…. jijikhh…. aahhhh” Tuti tidak memperdulikan
rintihan dan erangan Shanti. Lidahnya bergumul dan menembus liang memek
Shanti dengan lembut, Tuti tahu Shanti masih perawan dan ia tak ingin
merusak keperawanan Shanti, lidahnya hanya menjulur tidak terlalu dalam,
namun Tuti sudah dapat merasakan cairan asin hangat yang mengalir
membasahi lidahnya dan Tuti mengendus-endus bau khas memek Shanti dengan
sangat menikmatinya. Tuti perlahan-lahan menyelipkan jari-jarinya
kesela-sela bokong Shanti, dengan lembut dan dibelai-belainya liang anus
Shanti, dan Shanti sedikit tersentak tapi kemudian menggelinjang geli,
tapi Shanti membiarkan dirinya pasrah terhadap Tuti. Ia percaya
sepenuhnya pada Tuti dan sekarang ia benar-benar merasakan kenikmatan
yang selama ini belum pernah ia rasakan bahkan dalam mimpipun!
“Enak Shan?” desah Tuti dengan mulut
berlumuran lendir Shanti. Shanti memandang ke bawah dan mengangguk,
tubuhnya bergetar hebat, ia tak menyadari bahwa itu yang dinamakan
klimaks kenikmatan seorang perempuan. Tuti merasakan liang memeknya
berdenyut dan ia meraba serta menusuk-nusukkan jarinya sendiri keliang
memeknya dan merasakan cairan licin membasahi jarinya. Ia merintih
dengan wajah tersuruk diselangkangan Shanti, lidahnya kini menjulur dan
membelai liang dubur Shanti dan membuat gadis itu terlonjak-lonjak
kegelian serta terpana mendapatkan perlakuan yang tidak pernah
dibayangkannya. Shanti merasa liang duburnya ditekan-tekan oleh benda
lunak dan sesekali terselip masuk kedalam dan ia akan terlonjak kaget
becampur geli, tapi lebih banyak merasakan kenikmatannya.
Entah bagaimana awalnya, tapi
kenyataannya Shanti dan Tuti telah saling memeluk dalam keadaan
telanjang bulat dilantai kamar mandi. Tuti mencium mulut Shanti, mulanya
gadis itu menolak tapi permainan jari-jemari Tuti diitilnya membuat
gadis itu mabuk kepayang dan kepalanya dipenuhi nafsu berahi yang
memuncak dashyat. Tuti melumat mulut Shanti dengan penuh nafsu, Shanti
membalasnya dengan malu-malu tapi mereka berdua memang saling melumat
juga akhirnya. Terdengar bunyi mulut mereka ketika lidah mereka saling
mengait dan saling menghisap. Shanti berkelojotan berkali-kali dan Tuti
merasakan memeknya berdenyut-denyut nikmat, ia membayangkan Shanti
menjilati dan mengemuti kemaluannya.
Perlahan-lahan Tuti mulai menjilati
leher gadis itu dan terus menciumi ketiak Shanti, gadis itu
menggelinjang kenikmatan dan makin mengerang keras ketika Tuti mulai
menghisap puting tetek Shanti. Perlahan Tuti menggeser posisinya
sehingga Shanti dapat membelai memeknya, tapi gadis itu hanya menggeliat
saja. Tuti tidak sabar, diambilnya tangan Shanti dan ditaruhnya di
memeknya, Shanti mulai membelai dengan canggung. Ketika jarinya tidak
sengaja masuk keliang memek Tuti, segera saja wanita itu memajukan
pinggulnya dan memompa jari Shanti. Shanti mulai mengerti dan ia mulai
memainkan itil Tuti dan membuat wanita itu terlonjak-lonjak nikmat. Lalu
perlahan Tuti sudah mengangkangi Shanti dan ia menciumi memek Shanti
kembali, lidahnya kembali menggumuli liang kemaluan gadis itu. Shanti
kembali merasakan terjangan gelombang kenikmatan manakala memeknya
digumuli Tuti, Shanti membiarkan wajahnya basah karena cairan memek Tuti
berjatuhan, menetes dan membentuk lendir panjang, tapi Shanti tidak
berani menjilat lendir yang jatuh dibibirnya. Ia memandang liang memek
wanita itu dengan heran. Memek Tuti dengan bibir tebal kehitaman, bulu
kemaluan yang lebat bukan main tapi tidak menutupi liang itu. Shanti
melihat memek Tuti lain dengan miliknya. Dan memek itu makin turun
sehingga nyaris menyentuh hidungnya. Shanti mencium bau memek Tuti dan
dirasakannya sama baunya dengan memeknya.
Shanti menjerit tertahan ketika
mencapai klimak, tanpa sadar ia menarik bokong Tuti sehingga wajahnya
terbenam dalam memek wanita itu, Shanti gelap mata, ia menjulurkan
lidahnya dan menggumuli liang penuh lendir bening itu. Shanti bahkan
menghisap lendir itu seperti kelaparan. Shanti mengemut itil Tuti yang
besar dan menonjol. Tubuh Tuti kaku seperti kayu dan bergetar hebat,
pinggulnya kejang-kejang merasakan orgasme yang luar biasa ketika
itilnya dihisap dan dijilat Shanti. Tuti menjerit keras dan ia menekan
memeknya sehingga ia dapat merasakan hidung Shanti terselip dibelahan
liang memeknya dan ia menggoyang2kan pinggulnya maju mundur dan
dirasakannya itilnya bergesekan dengan hidung Shanti dan gadis itu malah
menambahkan kenikmatan Tuti dengan menjulurkan lidahnya sehingga setiap
kali Tuti memajukan atau memundurkan pinggulnya selalu bergesekan
dengan lidah serta hidung Shanti. Tuti berkelojotan hebat sekali, ia
meliuk-liuk seperti menahan nyeri, matanya berputar sehingga menampakan
putihnya saja dan mulutnya mengeluarkan desahan kenikmatan.
“Shantiiiiiii!!!!…….
aaaaaaarrrrgggghhhhh!!!!…..” Tuti merasakan bagian bawah perutnya nyeri
dan ngilu. Orgasme yang ternikmat yang pernah dirasakannya sejak ia
meninggalkan dunia hitamnya.
Shanti merasa puas karena berhasil
membuat Tuti menjerit-jerit minta ampun karena kenikmatan. Shanti
merasa, ternyata ia suka sekali dengan rasa dan bau memek Tuti. Ia
berpikir apakah memeknya juga seenak itu. Ia merasakan hangatnya liang
memek Tuti dan ia merasakan kasarnya bulu-bulu kemaluan Tuti kala
menggesekdiwajahnya. Shanti tersenyum lemah karena lelah. Tuti ambruk
diatas tubuhnya dan Shanti membiarkan, dan gadis itu iseng membuka
pantat Tuti dan memperhatikan liang anus Tuti. Shanti melihat liang
dubur Tuti seperti bintang berwarna kehitaman dan sangat indah. Shanti
penasaran, ia mencium serta mengendus liang itu…. tidak berbau apa-apa.
Tuti diam saja membiarkan Shanti berbuat sesukanya. Shanti menjulurkan
lidahnya dan menyentuh liang dubur Tuti dengan perlahan, kemudian ia
menempelkan hidungnya lagi dan merasakan kehangatan liang itu. Dan
Shanti mulai menekan-nekan lidahnya ke liang itu dan membuat Tuti
menggelinjang geli.
“Aduh Shan, enak…. terus Shan… jilat…
jilat terus… ya.. ya… aaakkhhhh…” Tuti merasakan lidah Shanti kaku
menusuk liang duburnya. Tuti bangkit lalu berjongkok diatas wajah Shanti
dan ia mulai menurun naikkan bokongnya sehingga lidah Shanti yang kaku
dirasakannya menembus sedikit kedalam liang duburnya. Tuti menggeram
pelan…… Shanti merasakan perasaan aneh ketika lidahnya melesak masuk
kedalam liang dubur Tuti, ia menyukai permainannya itu dan merasa senang
dengan apa yang diperbuatnya. Lidahnya tidak merasakan apa-apa, yang
dirasakan cuma perasaan anehnya saja.
Tuti tidak ingin Shanti terus
melakukan untuknya. Ia menggulingkan Shanti sehingga gadis itu
terlentang, lalu kedua kakinya diangkat oleh Tuti sehingga liang dubur
gadis itu mencuat keatas wajahnya. Dijilatnya liang dubur Shanti dengan
rakus, lalu setelah licin oleh air liurnya dimasukkannya jarinya kedalam
liang itu. Shanti menggigit bibir, ia merasa mulas tapi sekaligus
nikmat. Kemudian dilihatnya Tuti mengeluar masukkan jarinya lalu setelah
beberapa lama Tuti menjilati jari itu dengan nikmat, bahkan lidahnya
terbenam jauh kedalam liang duburnya. Shanti mengeluh, belum pernah itu
membayangkan apalagi merasakan perbuatan seperti itu, gadis itu mabuk
kepayang dan sangat terangsang dengan perbuatan Tuti. Ia merasa
seolah-olah Tuti adalah pembersihnya, Shanti memejamkan mata dan
merasakan memeknya berdenyut mengeluarkan cairan.
Tuti benar-benar tergila-gila dengan
perbuatannya itu, ia tidak pernah menjilat liang dubur pria dan ia tak
pernah ingin, tapi liang dubur Shanti begitu merangsang, begitu lembut
dan begitu nikmat. Tuti tidak mau membayangkan apa yang biasa keluar
dari lubang itu, ia cuma ingin merasakan lidahnya terjepit diliang itu
dan bagaimana rasanya. Ia tahu Shanti gadis yang sangat bersih, sama
dengan dirinya. Tuti tidak kuatir dengan hal itu. Yang diinginkannya
saat ini hanyalah membuat Shanti betul-betul puas dan dewasa. Tuti
kemudian memompa liang memek Shanti dengan lidahnya dan membuat gadis
itu meraung-raung serta kejang-kejang.
“Mbaakkkk… sudah mbaakkk…. ampuuunnn……
ooohhhhh!!!” Shanti sudah tidak kuat lagi menanggung kenikmatan yang
datangnya bertubi-tubi melanda tubuh dan perasaannya. Ia menjambak
rambut Tuti dan berusaha membuat wajah itu jauh dari memeknya. Dan
akhirnya mereka berbaring lelah dilantai kamar mandi. Tuti memandang
Shanti….
“Bagaimana? Sudah mau pingsan keenakan belum?” tanya Tuti. Shanti membuka matanya dan memandang wanita itu.
“Bisa gila aku mbak…. aahhh benar-benar bisa gila!” Desah Shanti. Tuti tersenyum.
“Mau lagi?”
“Jangan! Bisa semaput benaran aku nanti…”
“Ya sudah tak mandikan yuk!” Kata
Tuti. Mereka bangkit dan kemudian saling memandikan. Sejak itu Shanti
mengetahui apa yang harus dilakukannya jika berahinya datang melanda.
Kejadian pertama itu membuatnya tahu
apa sebenarnya yang dapat membuatnya nikmat dan puas. Shanti belajar
banyak dari Tuti. Dan ia memuja wanita itu.
Malam itu Shanti tidak dapat
memejamkan matanya, ia teringat perbuatannya dengan Tuti. Terbayang
olehnya perbuatan Tuti terhadap dirinya, Shanti merasa seluruh bulu
ditubuhnya berdiri dan ia merasa agak demam. Ia mengeluh karena merasa
ingin sekali mengulangi lagi dengan wanita itu. Shanti bangun dan
berjalan kemeja kecil tempat ia biasa merias diri. Dikamar sebelah
terdengar suara2 aneh, itu kamar Supriati, teman sesama kostnya. Shanti
mencoba mendengar, antara kamar dengan kamar hanya dibatasi dinding
papan tipis. Shanti kadang suka kesal dengan Supriati yang bekerja di
pabrik karena wanita itu suka menendang-nendang dalam tidurnya dan itu
membuat Shanti kaget setengah mati ditengah malam. Tapi suara sekarang
lain,bukan suara yang keras, suara yang samar-samar dan sepertinya ada
suara lain, Shanti menempelkan telinganya dan ia mendengar suara
rintihan Supriati. Shanti berdebar, ini malam minggu….biasanya pacar
wanita itu suka datang menginap. Sedang apa mereka?
Shanti berjingkat keluar kamar. Diluar
sepi sekali, sekarang sudah jam 1 pagi, pasti Supriati sedang
berasyik-asyik dengan pacarnya. Shanti tegang, ia berjalan kebalik kamar
Supriati yang bersebelahan dengan ruang televisi. Shanti tahu disana
dindingnya tidak sampai atas dan dinding itu yang menyekat kamar
Supriati. Pelan-pelan Shanti naik keatas bangku, lalu naik lagi keatas
lemari pendek dan ia berjongkok disana. Ia ragu hendak berdiri, takut
terlihat, tapi keingin tahuannya membuatnya nekad. Dan pelan-pelan
kepalanya menyembul dan pandangannya menatap kedalam kamar Supriati.
Penerangan kamar itu agak redup tapi Shanti bisa melihat dengan jelas
Supriati sedang ditindih oleh pacarnya! Supriati mengerang sambil
menggeliat-geliat menggoyang pinggulnya, kedua kakinya terlipat dan
menekan pantat pacarnya. Pacarnya menggenjot Supriati dengan cepat.
Shanti merasa meriang, matanya terbelalak dan tubuhnya gemetar.
Laki-laki itu sedang meremas buah dada Supriati dan wajah mereka
menempel satu sama lainnya. Mereka sedang berciuman dengan liar.
Supriati menggumam dan melihat tangan Supriati meremas-remas pantat
pacarnya dengan keras. Shanti terangsang sekali, belum pernah ia melihat
pemandangan orang yang sedang bersetubuh dan sekarang ia merasa aneh,
ia merasa perutnya ngilu dan dengkulnya gemetar tak keruan.
Pacar Supriati berteriak tertahan dan
mengangkat bokongnya. Shanti melihat tangan Supriati masuk kebawah dan
terlihatlah kontol yang besar sekali didalam genggaman Supriati dan
kontol itu menyemburkan cairan putih ke perut Supriati. Supriati
mengocok kontol pacarnya dengan cepat dan laki-laki itu nafasnya
mendengus-dengus hebat dengan tubuh bergetar. Shanti merinding melihat
benda yang besar dan panjang seperti itu, Shanti ngeri melihat kontol
yang begitu besar, ia tahu bahwa itu besar sekali karena sebelumnya
Shanti belum pernah membayangkan kontol dapat membesar dan sepanjang
itu! Shanti melorot turun dengan lutut lemas, ia berjingkat kembali
masuk kedalam kamarnya lalu merebahkan diri diranjang. Mengerikan sekali
kontol lelaki, pikirnya. Mana mungkin benda sebesar itu muat
dimemeknya? Shanti merinding membayangkan lubang memek Supriati yang
pasti luar biasa besar. Dan Shanti akhirnya terlelap….
Seminggu lewat sudah dan Shanti
bingung memikirkan Tuti. Wanita itu tidak masuk seminggu sejak
pergumulan mereka.Nanti sore ia akan menanyakan pada pemilik warung
mengapa Tuti tidak masuk. Selama seminggu ini Shanti tidak bergairan
dalam pekerjaan, memeknya basah terus kalau mengingat Tuti atau
mengingat pemandangan adegan Supriati dengan pacarnya. Shanti tidak
bersemangat, apalagi sehari-hari teman-temannya selalu bergunjing
mengenai laki-laki dan mereka tidak segan-segan membicarakan hal-hal
yang paling pribadi dan selalu berakhir dengan cekikikan panjang. Shanti
merasa terkucil karena teman-taman lainnya semua sudah menikah dan usia
mereka jauh diatasnya, sehingga mereka selalu terdiam kalau Shanti
mendekat, padahal ia ingin sekali turut mendengar gunjingan mereka.
Shanti lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menyibukkan diri
didapur membantu pemilik restoran.
Malam itu Shanti merasa tidak
bersemangat bekerja, hatinya sedih memikirkan Tuti. Ia sudah menanyakan
pada majikannya dan ternyata Tuti telah berhenti bekerja karena
mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Shanti diam-diam menangis memikirkan
Tuti yang tega meninggalkannya tanpa pesan sedikitpun. Akhirnya Shanti
hanya pasrah dan menjelang tutup restoran ia pulang kekostnya yang
berada tidak jauh dari tempatnya bekerja lalu masuk kedalam kamarnya dan
menangis kembali memikirkan Tuti. Ia menangis sampai akhirnya terlelap
dan bermimpi bertemu dengan Tuti dan wanita itu membelai rambutnya
dengan sayang, Shanti menyusup dalam ketiak Tuti dan menangis
sesunggukan, wanita itu mengucapkan kata-kata hiburan padanya dan gadis
itu menangis makin keras……
Tidak terbayangkan oleh Shanti ketika
memandang wajah wanita itu didepan pintu restoran. Tubuh Shanti bergetar
dan jantungnya berdebar keras sekali. Air mata mengambang dipelupuk
matanya yang indah. Bibir Shanti terbuka dengan mata terbuka seolah
melihat hantu. Wanita itu berjalan masuk dan tersenyum padanya…….sudah
setahun lewat sejak kepergiannya dan Shanti merasa waktu setahun berlalu
seperti siput, tiada malam tanpa tangisan dan tiada hari ceria lagi
selama setahun itu baginya dan kini wanita itu berdiri dihadapannya dan
sungguh cantik bukan main!
Wanita itu mendekat dan Shanti
tiba-tiba saja sudah menghambur dalam pelukannya. Semerbak wangi tercium
oleh Shanti, wanita itu membelai rambutnya sambil memeluk erat
tubuhnya. Shanti merasakan debar jantungnya menghantam dada wanita itu.
Tangisan sedih terdengar dari dalam pelukan Tuti. Wanita itu merasakan
aliran hangat jatuh dari matanya. Ia berusaha menahan air matanya tapi
mengalir juga setetes dan jatuh dirambut Shanti.
“Mbak… oh….” Shanti tak kuasa berbicara. Ia menyusupkan wajahnya makin dalam dipelukan Tuti.
“Shan, sudah lama sekali yaa….” Bisik
Tuti. Shanti mengangguk-angguk. Shanti merasakan lembutnya buah dada
Tuti dan ia tidak ingin melepaskan pelukannya.
“Aku rindu sekali mbak…. ja… jangan
pergi lagi…..” Suara tercekat dari Shanti membuat Tuti sangat terharu.
Dadanya terasa sesak dan ia ingin menjerit tapi kedewasaannya membuatnya
bertahan.
“Aku juga rindu Shan, sudah, sudah…..”
Wanita itu mendorong Shanti pelan dan membawanya duduk disalah satu
kursi. Restoran itu sedang sepi sekali dan Tuti memang sudah
mengamatinya sejak satu jam yang lalu. Ia tidak ingin ada orang yang
dikenalnya melihatnya datang dengan penampilan seperti itu, apalagi
bermobil.
“Mbak cantik sekali….” Bisik Shanti,
ia menatap Tuti kagum. Tuti memang terlihat cantik dan menawan, make up
wajahnya tipis sehingga kehalusan kulitnya terlihat nyata, matanya masih
seperti dulu, bersinar nakal dan genit, bibirnya yang penuh juga makin
terlihat merangsang. Shanti menelan ludah, ia melihat pakaian Tuti yang
sangat indah, ia melihat potongan tubuh Tuti yang juga tidak berubah,
montok dan kencang. Hidung peseknya tidak terlihat lagi dan penampilan
keseluruhan wanita itu membuat Shanti rindu bukan main.
“Kamu kelihatan makin cantik dan
matang Shan….” Bisik Tuti lalu dibelainya pipi Shanti yang kemerahan.
Kulit gadis itu masih betul-betul halus sekali, jari Tuti merayap
menyentuh bibir Shanti, Shanti membiarkan jari Tuti menyentuh bibirnya,
ia membuka mulutnya dan menjilat jari itu, jantungnya berdegup, Tuti
membiarkan jarinya dihisap oleh Shanti.
“Aku rindu sekali Shan dan aku kesini untuk mengajak kamu ikut aku” Kata Tuti. Shanti terkejut.
“Kemana?” Tanya Shanti.Tuti tertawa.
“Ikut saja aku, pokoknya kamu akan hidup enak denganku” Kata Tuti.
Shanti memandang wanita itu, hatinya
gundah, apa yang harus dilakukannya? Apakah memang ia akan hidup lebih
enak? Tapi kalau sekali ini ia tidak ikut dengan Tuti maka kemungkinan
wanita itu tidak akan menemuinya kembali, Shanti sungguh bingung.
“Jangan kuatir Shan, aku nggak bakalan
menelantarkan kamu. Justru aku selalu ingat sama kamu, makanya aku
nggak tahan lagi untuk mengajak kamu ikut denganku” Kata Tuti sambil
membelai tangan Shanti. “Lagipula kamu dan aku sudah seperti…. seperti….
kekasih….” Suara Tuti berbisik dan bibirnya bergetar. Shanti ingin
sekali memangut bibir wanita itu tapi ia agak jengah. Ia menunduk saja.
Kemudian dirasakannya belaian tangan Tuti dibawah meja menjamah pahanya
dan mengelus serta meremas lembut pahanya, Shanti merinding, ia ingin
merintih tapi ia hanya menatap saja wanita itu. Tuti memandangnya sendu
dan bibirnya terbuka.
“Baiklah mbak…. ka.. kapan kita berangkat?” Bisik Shanti bergetar.
“Besok kamu temui aku dihotel M, malam
ini aku tinggal disana” Jawab Tuti “Jangan membawa barang terlalu
banyak, nanti aku belikan disana” Shanti mengangguk. Gadis itu memandang
Tuti, ia haus sekali akan belaian wanita itu, tapi Shanti tahu Tuti
tidak dapat berlama-lama, lagipula sepertinya wanita itu bukan lagi Tuti
yang dulu.
“Jaga diri kamu baik-baik,
Shan…..sampai besok” Bisik Tuti. Shanti merasa pahanya diremas oleh Tuti
dan wanita itu bangkit sambil tersenyum. Shanti memandang kepergian
Tuti dan ia merasa ada sesuatu yang terbang meninggalkan jiwanya. Tuti
menghilang dalam mobil dan pergi meninggalkan halaman restoran itu.
Shanti memandang pemilik restoran,
seorang pria berusia pertengahan. Restoran sudah sepi karena sudah agak
malam dan teman-teman Shanti juga sudah pulang, beberapa yang tinggal
dibelakang restoran telah masuk dan mungkin sudah tidur. Shanti sengaja
memilih waktu setelah semuanya telah sepi, karena ia ingin pamit dan
meminta upahnya selama bekerja disana pada sang pemilik restoran.
Perjanjiannya memang begitu, semua karyawan wanita hanya dapat mengambil
upahnya enam bulan sekali atau sewaktu ia ingin berhenti. Dan sekarang
Shanti hendak berhenti karena besok ia sudah akan di Jakarta.
“Mengapa kamu tolol sekali hendak ikut
dengan sundal itu?” Sergah pak Mohan dengan wajah mengeras dan
kelihatannya marah betul. Shanti membisu, tubuhnya tegang karena takut.
“Kamu tidak tahu dia itu jadi lonte
disana? Hah?” Desis laki laki itu. Ia memandang Shanti dan terus
memandang gadis yang menunduk diam itu. Matanya tertumbuk pada seonggok
daging yang membusung di dada Shanti yang ditutupi kaus tipis kumuh
berwarna putih kekuningan. Pak Mohan terkesiap merasakan berahinya
tiba-tiba memuncak melihat keremajaan gadis itu, laki-laki itu menahan
napas dan menelan ludah, matanya tidak lepas dari dada Shanti dan
mulutnya terkunci. Shanti tidak tahu majikannya memandangnya seperti
seekor serigala yang sedang menatap domba yang tak berdaya.
“Baik, kamu boleh keluar dari sini dan
sekarang kamu ikut aku untuk mengambil uangmu!” Suara serak pak Mohan
terdengar aneh di telinga Shanti, tapi gadis itu merasa lega karena
tidak ada lagi nada kemarahan dalam suara itu. Ia mengikuti laki-laki
itu menuju kebelakang terus kebelakang berlawanan dengan mess tempat
tinggal para karyawan restoran. Shanti tahu ia menuju kantor Pak Mohan,
atau tepatnya tempat biasa Pak Mohan membereskan bon-bon dan
beristirahat kalau sedang capek. Rumah majikannya itu jauh dari sini
jadi ia suka berleha-leha diruang itu kalau sedang capek melayani tamu.
Pak Mohan menyalakan lampu kamar dan
Shanti disuruh duduk di dipan yang biasa ditiduri oleh laki-laki itu.
Shanti duduk dan Pak Mohan berjalan mendekatinya, tiba-tiba tangan
laki-laki setengah baya itu terjulur dan meremas teteknya dengan keras,
Shanti menjerit tertahan dan beringsut kesudut, ketakutan.
“Kamu mau uang kamu khan? Kamu akan ke
Jakarta khan? Dan kamu toh akan jadi lonte juga nanti, sekarang kamu
layani aku dululah, dan kamu akan menjadi lebih pengalaman nanti” bisik
Pak Mohan dekat sekali dengan wajahnya. Shanti mencium bau rokok
menyembur dari mulut laki-laki itu, sehingga membuatnya ia ingin muntah.
“Saya akan menjerit pak….. jangan
pak…… malu!” bisik Shanti. Pak Mohan menerkam Shanti dengan tiba-tiba
dan Shanti terhimpit oleh tubuh laki-laki itu, Shanti membuka mulutnya
hendak menjerit, tapi tangan pak Mohan dengan sigap menutup mulutnya.
Shanti terbelalak, ia benar-benar kalah tenaga dengan laki-laki itu,
yang ternyata kuat sekali.
“Sekali kamu bersuara, maka kamu tidak
akan bisa menemui sanak saudaramu lagi, kamu bisa tunggu mereka semua
di neraka!” Desis Pak Mohan, wajahnya sungguh kejam sekali, membuat
gadis itu merasa takut setengah mati. Perasaannya mengatakan percuma
melawan laki-laki itu, ia akan sangat menyesal nanti. Lagi pula siapa
yang tidak takut dengan Pak Mohan? Hanya sang isteri yang baik pada
karyawan, sedangkan laki-laki ini sudah terkenal suka judi dan membuat
onar. Shanti menangis tanpa suara, ia takut sekali, dan sekarang ia
merasakan tubuhnya digerayangi oleh tangan lelaki itu.
“Ikuti apa yang aku suruh, maka kamu
akan mendapatkan uangmu dan yang penting kamu akan selamat dan bisa jadi
lonte di Jakarta, mengerti?” Ancam Pak Mohan, Shanti menggigit bibir
menahan sakit ketika teteknya kembali diremas oleh laki-laki itu, ia
cepat-cepat menganggukkan kepalanya dalam bisu.
Pak Mohan menarik kaki Shanti sehingga
gadis itu terlentang di dipan kayu yang beralaskan tikar. Kemudian
Shanti melihat Pak Mohan dengan gugup melepaskan pakaiannya. Shanti
memejamkan matanya ketika melihat kontol Pak Mohan bergoyang-goyang
seperti ketimun. Ketika ia membuka matanya kembali, Shanti melihat pak
Mohan sudah duduk disampingnya dan tangannya mulai menarik kaus Shanti,
gadis itu tidak bergerak. Tiba-tiba pipinya ditampar oleh Pak Mohan,
Shanti menjerit pelan merasakan pipinya panas, tamparan yang tidak
begitu keras tapi sangat menyakitkan hatinya. Shanti mengangkat tubuhnya
membiarkan kausnya lolos begitu saja dan kemudian membiarkan juga
roknya diloloskan dengan mudah oleh Pak Mohan. Shanti bisa merasakan
napas panas membara dari hidung laki-laki itu, Pak Mohan berusaha
menciumnya tapi Shanti memalingkan wajah, tapi laki-laki itu memaksa dan
Shanti terpaksa membiarkan bibirnya dikulum mulut laki-laki itu, Shanti
merasa mual….
“Pegang ini, awas jangan macam-macam
kamu!” bentak Pak Mohan. Tangan Shanti dituntun untuk menggenggam kontol
Pak Mohan. Shanti merasa jijik, kontol yang tidak begitu besar dan
dalam keadaan layu, keriput dan hitam.
“Kocok!” perintah Pak Mohan. Shanti
belum pernah melakukannya. Ia meremas-remas pelan, kenyal dan licin
seperti berlendir, Shanti merasa jijik.
“Kocok seperti ini goblok!” desis
laki-laki itu sambil mengocok kontolnya sendiri. Shanti berusaha
menurutinya dan Shanti sedikit terkejut mendapati kontol itu bangun
perlahan. Pak Mohan tidak sabar, ia harus cepat-cepat karena sang isteri
menantinya dirumah. Ia menyodorkan kontolnya kemulut Shanti, gadis itu
menghindar.
“Sialan kamu! Cepat hisap dan jilat!
Atau kubunuh kau!” bentak Pak Mohan seperti kalap. Shanti menggenggam
kontol laki-laki itu dengan tangan gemetar, dipandangnya benda yang
lembek dan setengah tegang, ia memejamkan matanya dan sebelum sempat
berbuat sesuatu, dirasakannya benda itu menerobos masuk kedalam mulutnya
dan bergerak maju mundur. Shanti ingin muntah tapi ia ketakutan.
Laki-laki itu memompa mulut Shanti dengan tergesa-gesa, dari mulutnya
keluar lengkuhan-lengkuhan aneh dan tiba-tiba Shanti mendengar Pak Mohan
mengerang tertahan lalu mulutnya tiba-tiba terasa asin dan penuh dengan
cairan lengket dan berbau aneh. Shanti menahannya supaya tidak
tertelan, ia mual sekali, ia berpikir itu pasti yang dikatakan Tuti
sebagai pejuh. Jijik sekali, pikirnya. Shanti memejamkan matanya
erat-erat dan membiarkan kontol Pak Mohan terus bergerak maju mundur dan
makin pelan. Lalu benda itu ditarik keluar dari mulutnya. Dan Shanti
segera memuntahkan cairan kental itu, ia memandang Pak Mohan yang
kelelahan dengan perasaan benci bukan main.
“Hhh……. bagus……. memang punya bakat
lonte kau! Ini uangmu dan ini bayaran pertama buat seorang lonte!” Desis
pak Mohan lalu melemparkan lembaran-lembaran uang kewajah Shanti.
Shanti terkulai tak berdaya dan Pak Mohan bergegas hendak keluar tapi
sebelumnya sekali lagi laki-laki itu meremas teteknya dan Shanti
terbelalak kesakitan. Sekejab kemudian bayangan laki-laki tua itu sudah
lenyap dari pandangannya. Shanti menangis pelan, ia tidak berani lebih
keras, ia malu dan takut terdengar oleh teman2 yang tinggal diseberang
tempat ini. Lalu pelan-pelan gadis itu bangun, ia meraba teteknya dan
meringis nyeri, lalu ia memungut uang-uang yang jatuh berserakan.
Dihitungnya dan ia merasa senang juga menerima lebih dari yang
diperkirakannya, ia menerima kelebihan dua puluh ribu rupuah! Jumlah
yang lumayan untuknya. Shanti dengan jijik mengusap cairan mani yang
menempel di dadanya dengan bhnya. Ia melepaskan benda itu dan memutuskan
tidak akan memakainya. Ia memakai rok dan kausnya lalu
berjingkat-jingkat keluar dari kamar itu. Diluar gelap dan kelam, sunyi,
entah sudah jam berapa sekarang.
Shanti berjingkat masuk kedalam kamar
mandi, rumah kostnya sudah sepi dan ia tidak ingin membangunkan semua
penghuninya. Ia mulai membersihkan badannya dan ia menggosok teteknya
kuat-kuat, ia tak perduli nyeri yang ditimbulkan, ia hendak melenyapkan
jejak remasan Pak Mohan. Shanti menangis tanpa suara, ia tidak menyangka
malam terakhir merupakan malam jahanam baginya. Ia berkumur dan
menusuk-nusuk kerongkongannya sampai muntah, ia tak perduli mulutnya
terasa pahit dan ia terus hendak mengeluarkan semuanya, ia tak yakin
apakah tadi cairan Pak Mohan tertelan atau tidak dan ia tidak ingin
cairan itu berada diperutnya. Shanti menggosok giginya berkali-kali dan
akhirnya dengan pelan ia masuk kedalam kamarnya. Ia telah mencuci bersih
bhnya dan pakaiannya juga, ia akan meninggalkan pakaian itu disini
saja. Lalu Shanti berbaring berusaha untuk tidur……diam-diam ia bersyukur
dirinya masih perawan, entah mengapa laki-laki keparat itu tidak
menyetubuhinya, Shanti menghela napas dalam lelap.
“Ini kamar kamu Shan, suka?” bisik
Tuti sambil memandang gadis itu. Shanti ter-nganga tidak dapat berkata
apa-apa. Keletihan berjam-jam dalam perjalanannya dengan Tuti seakan
lenyap begitu saja. Kamar yang untuknya sangat luas, ia membadingkan
mungkin 3 kali dari kamar kostnya di kampung. Luar biasa, ranjangnya
besar dengan sprei putih bersih, ada radio kaset disamping ranjang lalu
ada meja rias dan Shanti heran melihat ada kamar mandi dalam kamar
tidur, ia belum pernah tahu mengapa ada orang yang membuat kamar mandi
dalam kamar tidur. Sangat membuang uang sekali, pikirnya. Tapi gadis itu
sudah dapat membayangkan betapa nikmatnya dengan fasilitas seperti itu,
kapan saja ia ingin mandi, ia tidak usah lagi mengantri sambil menimba
air, oh menyenangkan sekali, batinnya.
“Ada air panasnya lho Shan…” kata
Tuti. Shanti memandang wanita itu dengan penuh sayang. Ia memeluk Tuti
dan berterima kasih padanya dengan air mata mengalir. “Kamu berhak
mendapatkannya sayang…” bisik wanita itu.
“Indah sekali mbak! Bagaimana aku
harus membalas semua ini?” kata Shanti dengan suara serak. Tuti
tersenyum, lalu ia memanggil supir yang membawa mereka tadi untuk
memasukkan barang-barang Shanti.
Shanti sangat kagum dengan rumah Tuti.
Besar, bersih, mewah dan berkesan anggun sekali. Tembok-temboknya dicat
dengan warna kuning beras, indah bukan main. Ruang tamu yang besar
dengan lantai marmer dan perabotan yang menurut gadis itu tentu sangat
mahal harganya, lalu ruang makan dengan meja makan yang besar lengkap
dengan kursi-kursi berderet, tirai-tirai yang mewah seperti
membuang-buang kain saja. Kemudian Shanti melihat ruang keluarga yang
luar biasa besarnya, dengan TV yang juga seperti layar bioskop,
seprangkat sofa yang besar pula menghias ruangan itu. Ada kolam renang
dipekarangan belakang, kolam yang besar bukan main, Shanti tidak dapat
membayangkan berenang di kolam itu, ia belum pernah berenang dikolam
renang, ia hanya pernah berenang disungai.
“Kamu istirahat saja dulu Shan. Nanti
sore baru kita ngobrol-ngobrol lagi” kata Tuti. Lalu ia berjalan keluar
kamar meninggalkan Shanti. Gadis itu duduk di atas ranjang, wah empuk
sekali! Ia tersenyum sendiri membayangkan nasibnya, sungguh beruntung
sekali ia disayangi seperti itu oleh Tuti. Ia merebahkan dirinya lalu
dalam sekejab ia sudah terlelap……
Shanti terbangun oleh belaian Tuti.
Jari-jemari Tuti membelai pipinya, Shanti memegang tangan Tuti kemudian
menciumnya dengan lembut.
“Terima kasih mbak” bisiknya. Tuti tersenyum.
“Ah tidak apa-apa sayang, aku memang
selalu teringat akan kamu dan akhirnya aku nggak tahan lagi. Aku berkata
pada suamiku bahwa aku tidak dapat merasakan keriangan tanpa kamu Shan”
kata Tuti. Shanti mengecup lagi telapan tangan yang membelainya.
“Kok mbak kimpoi nggak bilang-bilang
sih?” tanya Shanti. Tuti tertawa. Ia mendekatkan wajahnya dan mengecup
bibir gadis itu dengan lembut. Tuti rindu sekali dengan hembusan napas
Shanti dan ia sudah tidak tahan ingin merasakan lidah serta mulut gadis
itu. Sudah lama ia rindu pada Shanti, selama ini ia selalu melayani
‘suami’nya dengan baik. Dan sang ‘suami’ juga kelihatan sangat sayang
padanya, maka itu ia memberanikan diri untuk meminta ijin mengajak gadis
itu tinggal dengannya. Tuti menceritakan semuanya kepada ‘suaminya’ dan
tak disangka ‘suaminya’ sangat menyetujui….
“Jadi kamu suka bermain dengan cewek
juga?” tanya ‘suaminya’, yang sebetulnya adalah laki-laki yang bernama
Rahman dan selama ini memelihara hidup Tuti dan diam-diam mereka
melangsungkan pernikahan tanpa sepengetahuan isteri pertama laki-laki
itu. Tuti mengangguk, ia pasrah jika Rahman meledak marah dan
mendampratnya. Tapi yang ia lihat hanya pandangan terpesona saja.
“Ya mas, aku selalu teringat kepadanya, aku sangat mencintainya mas” Jawab Tuti.
“Jadi selama ini kamu tidak cinta padaku?” Tanya Rahman menyelidik.
“Aku mencintaimu melebihi segalanya,
semuanya kuberikan dan semuanya kulakukan. Tapi selama mas tidak
denganku, aku sering merasa sepi dan…..”
“Dan apa?”
“Dan membayangkan gadis itu” Tuti menjawab terus terang.
“Boleh saja kamu ajak gadis itu, aku
akan sangat senang sekali kalau……” Rahman tidak meneruskan kata-katanya.
Tuti tersenyum. Ia tahu apa yang dipikirkan Rahman.
“Aku akan mencobanya sayy…. aku juga ingin sekali kalau kamu bisa menikmati keperawanan gadis itu” bisik Tuti.
Rahman lega dan merasa tegang sendiri
membayangkan ia digumuli oleh dua wanita, wah tentu lebih luar biasa,
selama ini saja ia sudah sangat puas dengan pelayanan Tuti yang sampai
kemanapun belum pernah dirasakannya. Tutinya yang begitu hebat diatas
ranjang, didalam kamar mandi, dimanapun dan kapanpun ia membutuhkannya,
wanita itu selalu akan membuatnya terkulai dalam lautan kenikmatan.
“Mbak…… kok melamun?” bisikan Shanti
menyadarkan lamunan Tuti. Wajahnya dekat sekali dengan Shanti dan gadis
itu rupanya menanti dari tadi. Tuti tertawa geli lalu tiba-tiba ia
memangut bibir Shanti dan melumatnya. Shanti terengah-engah membalas
lumatan gadis itu. Ia merasa tangan Tuti mengelus-elus buah dadanya dan
ia pun membalas, ia meremas-remas tetek Tuti dengan gemas dan membuat
wanita itu merintih-rintih, tak dibutuhkan waktu lama untuk membuat
mereka berdua berbugil ria dalam pergumulan panas. Shanti tidak tahu
bahwa dilangit-langit kamar ada sebuah bintik hitam sebesar uang logam.
Dan semua kejadian dikamar itu dapat disaksikan dari lantai dua rumah
itu. Diruang kerja Rahman! Dan sekarang Rahman sedang menahan napas
memandang kearah layar besar didalam ruang kerjanya. Tubuhnya tegang dan
dirasakan daging dicelananya membengkak. Ia bisa melihat Tuti melucuti
pakaian Shanti dan ia bisa melihat bagaimana wanita itu menggerayangi
tubuh Shanti dengan penuh nafsu.
Rahman tersengal-sengal menahan nafsu,
ia melihat Shanti memangut tetek Tuti dan menyedotnya seperti bayi, dan
Tuti dengan kalap menyuruk keselangkangan Shanti dan mulai menggumuli
memek gadis itu dengan mulutnya. Rahman tak kuasa menahannya, ia juga
ingin merasakan bau memek gadis itu dan bagaimana lendir gadis itu lumer
dalam mulutnya, lendir perawan! Ia mengendap-endap turun dan
menghampiri kamar Shanti, ruangan sepi sekali dan dibukanya pintu itu,
dilihatnya wajah Shanti sedang ditindih oleh bagian bawah tubuh Tuti dan
Tuti asyik menjilat-jilat memek Shanti, Rahman dapat melihat dengan
jelas bagian dalam memek gadis itu yang kemerahan dan berkilat karena
lendir. Ia merangkak masuk dan dengan sebelah tangannya ia mengambil
celana dalam Shanti yang tergeletak diujung ranjang. Rahman membawa
benda itu kewajahnya dan menciumnya, oohh…. nikmat sekali baunya, bau
pesing bercampur dengan bau khas memek seperti punya Tuti, Rahman
menjilat bercak kuning dicelana dalam itu dan merasakan rasa asin, ia
menjilat terus sampai bercak itu menjadi licin dan berubah menjadi
lendir. Tapi ia takut ketahuan, ia segera melemparkan benda itu dan
merangkak mundur keluar dari ruangan. Semuanya dilakukan tanpa mereka
mengetahuinya, Rahman berdebar-debar membayangkan kapan Tuti dan Shanti
akan siap melayaninya bersama-sama.
“Aduh mbaakk, aku keluar lagi mbak….
aduh duh…..” Shanti berkelojotan, memeknya terangkat dan menekan-nekan
wajah Tuti, Tuti tidak mau kalah dan mengulek memeknya dengan goyangan
yang membuatnya merasa hendak kencing.
“Shaan…. mati aku Shan… ooohh…. terus
Shan, terus!” desah Tuti dan Shanti mempercepat tusukan lidahnya dalam
memek Tuti, ia menghujamkan mulutnya dan lidahnya menjulur dalam sekali,
berkelana disekitar dinding memek wanita itu dan Shanti merasakan
cairan masuk kedalam mulutnya dengan mudah, Shanti tidak perduli bahwa
itu adalah air kencing yang keluar sedikit dari memek Tuti karena gadis
itu membuatnya seperti gila dan entah mengapa ia merasa ingin kencing
terus setiap Shanti menjalarkan lidahnya didalam memeknya.
Tuti merasa pinggangnya nyeri karena
menahan nikmat yang membuatnya tanpa sadar meliuk-liuk seperti ular,
apalagi dirasakannya lubang anusnya ditusuk-tusuk juga oleh jari-jemari
gadis itu, ternyata gadis itu sekarang pandai sekali memuaskan dirinya.
Tuti juga tidak mau kalah dan ia membuat Shanti berguling sehingga gadis
itu sekarang yang berada diatasnya dan dengan leluasa Tuti menjilati
cairan bening yang jatuh dari liang memek Shanti, cairan lengket dan
hangat terasa asin itulah yang selalu dirindukan Tuti. Enak bukan main
rasanya dan Tuti seperti gila menghisap lubang memek gadis itu, lidahnya
dengan kaku memasuk kedalam memek Shanti dan membuat gadis itu
mengerang, kadang malah Shanti tersentak kesakitan karena lidah Tuti
masuk terlalu dalam dan Tuti cepat-cepat mengeluarkan lidahnya, ia lupa
bahwa gadis itu masih perawan dan ia ingin Rahman yang memerawani gadis
ini, kalau bisa nanti malam.
“Mbakhh…. aah… enak sekali mbak….
aaaaa…. keluar lagi mbak…… aduuuuhhh” Shanti mengerang panjang dan Tuti
merasakan cairan bening makin banyak masuk kedalam mulutnya. Tuti
menggosok-gosokkan hidungnya di lubang anus Shanti, ia merasa terangsang
sekali melihat liang itu dan dijilatinya lubang anus Shanti, Tuti
memasukkan jari telunjuknya, membuat Shanti mengerang lagi. Lalu
dikocok-kocoknya telunjuk itu di dalam anus Shanti. Gadis itu
tersentak-sentak sambil merintih, Shanti merasa mulas tapi ada perasaan
nikmatnya juga. Ia mengejan agar jari Tuti lebih mudah masuk kedalam
anusnya, Shanti merasa enak sekali dan ia merasa memeknya banjir besar.
Sedangkan Tuti dengan lahap menjilati lubang anus Shanti dan bahkan ia
menjilati jarinya yang baru keluar dari dalam anus Shanti, ia mencium
bau yang baginya enak sekali dan ia menghisap jari itu.
Shanti melakukan hal serupa, ia
memasukkan jarinya dan buat Tuti yang sudah terbiasa, kocokkan jari-jari
Shanti di dalam anusnya membuatnya orgasme. Apalagi Shanti dengan tanpa
jijik menjilat anusnya dan menusuk-nusuk lubang itu dengan lidahnya,
Tuti merasakan kenikmatan yang membuat tubuhnya panas dan gemetar.
Dengan rintihan panjang Tuti mencapai orgasme lagi dan terkulai lemas.
Shanti juga lemas diatas tubuh Tuti. Mereka merasa rindu mereka telah
terobati sementara dan Shanti diam-diam memohon agar kejadian seperti
ini terus akan terjadi, ia tak ingin kehilangan Tuti lagi, ia tak akan
kuasa hidup tanpa wanita yang dapat membuatnya merasakan kenikmatan
seperti ini. Shanti menyusukkan kepalanya disela-sela ketiak Tuti, ia
sangat merindukan kejadian seperti ini dimana ia merasa terlindungi dan
Shanti sangat suka sekali bau ketiak Tuti yang sedang berkeringat dan
dengan bernafsu Shanti menjilati keringat yang membasahi bulu-bulu
ketiak wanita itu. Shanti mengendus dalam dan menikmati bau khas yang
sangat disukainnya, bau khas ketiak wanita kampung, tapi baginya bau
ketiak Tuti sungguh merangsang.
Tuti cekikikan kegelian karena jilatan
lidah Shanti tapi ia merasa nafsunya bangkit kembali. Tuti memandang
lidah Shanti membelai ketiaknya dan menjilati keringatnya dengan lahap,
ia terangsang sekali melihat bagaimana gadis itu menghisap-hisap bulu
ketiaknya yang lebat, seperti dikeramas saja, pikirnya. Tuti menarik
wajah Shanti dan melumat mulutnya, dirasakan bau ketiaknya ada dimulut
Shanti dan Tuti melumat habis mulut Shanti, gadis itu pasrah membiarkan
lidah Tuti menjalar dan menyelusup kemana suka. Ia merasa jari-jari Tuti
mengocok-ngocok didalam liang memeknya dan memeknya licin sekali karena
banjir, wanita itu tidak menusuk terlalu dalam dan Shanti merasa nyaman
sekali. Tuti membawa jari-jarinya yang berlumuran lendir itu kemulutnya
dan kemulut Shanti dan mereka menjilati lendir itu dengan lahap
seolah-olah itu adalah tajin yang biasa dimakan bayi. Mereka saling
berpelukan dengan mesra dan terlelap dalam rengkuhan kenikmatan.
Ketika bangun, hari sudah senja dan
mereka mandi sama-sama dalam kamar Shanti. Tuti mengangumi tubuh Shanti
yang benar-benar sedang ranum, matang dan sangat indah, semuanya mulus
tanpa cacat. Bulu kemaluannya yang halus, buah dadanya dengan puting
merah muda sangat kontras dengan tubuhnya. Tubuhnya sendiri memang masih
padat dan serba kencang, tapi ia tak dapat menghindari kegemukan di
perutnya, padahal ia sudah senam mati-matian, mungkin inilah karena
umur, pikirnya. Sebaliknya Shanti sangat iri melihat tetek
Tuti yang begitu besar dan kenyal, walaupun puting susunya juga besar
dan kehitaman tapi Shanti tahu banyak sekali laki-laki dikampungnya yang
tergila-gila ingin menikmati tubuh Tuti.
“Mbak teteknya besar sekali, kapan aku bisa punya tetek sebesar itu?” Kata Shanti, Tuti tertawa terkekeh-kekeh.
“Ini dulu salah urus, sebenarnya
tetekku dulu tidak sebesar ini, tapi ada gara-gara digosok dengan minyak
bulus jadi gede kayak gini” Jawab Tuti. Ia tak memberitahu Shanti bahwa
dulu germonyalah yang menyuruhnya menggosok teteknya dengan minyak itu.
“Memang bisa?”
“Entahlah, tapi kupikir gara-gara itu sih” mereka terkikik.
“Selesai mandi nanti kita kekamarku yuk” ajak Tuti.
“Ah nanti ada suami mbak” jawab Shanti.
“Ah mungkin dia pulang malam hari ini” jawab Tuti. Ia tak mau Shanti mengetahui rencananya.
“Wah kamar mbak hebat sekali!” seru
Shanti kagum melihat kemewahan kamar Tuti. Tuti tertawa dan mengajak
gadis itu duduk diatas ranjang besar.
“Heh kamu mau nonton film?” tanya Tuti. Shanti menggeleng.
“Film?”
“Iya film yang hebat deh” kata Tuti
lalu berjalan ke lemari TV yang terletak pas dikaki ranjang. Tuti
memasukkan sesuatu ke dalam kotak alat dan kembali duduk bersama Shanti.
Ia memeluk Shanti dan gadis itu membalas pelukannya. Tiba-tiba Shanti
melotot ketika melihat adegan dalam film itu. Ia melihat dua wanita
sedang disetubuhi oleh beberapa lelaki. Ia melihat kedua wanita itu
sedang disetubuhi sambil menghisap kontol pria lainnya. Shanti menahan
napas, jantungnya berdebar kencang, tubuhnya meriang dan hangat. Tuti
merasa gadis itu gemetar.
“Lho…. kok.. kok…. ih mbak! Idiihh besar sekali mbak!” desis Shanti. Tuti diam.
“Jijik mbak…. aduh jijik sekali!” seru
gadis itu tatkala melihat salah seorang pria itu menyemprotkan air mani
kedalam mulut sang wanita dan wanita itu dengan lahap menjilatnya
sambil merengek-rengek manja. Shanti teringat malam jahanamnya dengan
Pak Mohan, ternyata ada wanita yang suka sekali dengan itu.
“Oh enak sekali Shan, wah rasanya luar
biasa!” kata Tuti. Ia membelai tengkuk Shanti. Shanti bergidik melihat
wanita itu kembali menjilati kontol yang baru keluar dari memeknya dan
kontol itu dengan ganas menyemburkan cairan kental kedalam mulutnya
lagi.
“Aduuhh… geli amat. Kok mau sih…”
Suara Shanti bergetar, diam-diam ia merasa ada perasaan aneh merambati
tubuhnya. Ia merasa berahinya naik dengan cepat, apalagi Tuti
membelai-belai tengkuknya.
“Mbak! Gila ihhh!” Shanti melotot
melihat laki-laki lain menusuk lubang pantat wanita itu dan laki-laki
lainnya lagi menusuk dari bawah dan dimulut wanita itu tetap tertusuk
sebuah kontol hitam. Semua lubang ditubuh wanita itu telah terisi.
“Wah itu yang paling enak Shan, kamu
harusnya merasakan bagaimana memek kamu dimasuki kontol Shan… enaknya
luar biasa!” Desis Tuti. Wanita itu juga merasa terangsang. Ia melirik
ke pintu yang dibiarkan tidak terkunci. Di televisi terlihat adegan dua
wanita itu saling memangut kontol hitam dan mereka saling menjilat dan
menyuapi satu sama lain. Shanti mendesah, ia merasa meriang sekali dan
memeknya banjir besar, Shanti merasa terangsang bukan main melihat
bagaimana kedua wanita itu saling membagi air mani laki-laki itu dan
laki-laki itu bergantian memompa mulut wanita-wanita itu.
“Mbaakk….. aduh mbak….. nggak tahan aku” Bisik Shanti manja sambil menatap Tuti. Tuti melumat bibir gadis itu.
“Nafsu yaaa….?” Bisiknya. Shanti mengangguk lalu menyurukkan wajahnya ke ketiak Tuti lagi.
Tiba-tiba pintu terbuka dan….. “Wah
ada tamu nih?” Suara besar dan berat menyengat Shanti. Ia melompat
berdiri dan membenahi roknya yang tersingkap. Tuti tersenyum manis pada
laki-laki itu.
“Oh mas, lho kok sudah pulang? Ini
kenalkan keponakanku Shanti” Kata Tuti sambil mendorong Shanti mendekat
kepada laki-laki tinggi besar itu. Laki-laki yang bertampang seram
dengan brewok diwajahnya.
“Ini suamiku Shan, kamu panggil saja Oom Rahman” Kata Tuti.
“Oh Haloo! Wah aku tidak menyangka
keponakan kamu cantik begini” Kata Rahman sambil menjabat tangan Shanti.
Shanti tersipu menundukkan wajahnya. Rahman duduk diatas ranjang dan
membuka sepatunya, matanya menatap televisi.
“Lho kok putar film begitu?” Tanyanya berpura-pura. Tuti tersenyum, Shanti tidak berani memandang, ia malu bukan main.
“Ya iseng saja, lagian aku ingin kasih
tahu Shanti bagaimana punya laki-laki itu lho!” Kata Tuti manja sambil
membantu melepaskan dasi Rahman.
“Mbaakk….” Shanti melotot.
“Lho? Nggak apa-apa kok Shan. Mas
Rahman orangnya sangat terbuka kok. Lagian kami sudah biasa dengan
adegan-adegan seperti di film itu” kata Tuti sambil menarik Shanti
supaya mendekat. Kemudian ia memeluk Shanti dan mencium mulutnya. Shanti
merasa malu dengan perlakuan Tuti tapi ia juga tak ingin menghindar, ia
takut Tuti marah. Malah sekarang Tuti meremas buah dadanya dengan
perlahan.
“Mbaaakk… malu ah” rengek Shanti.
“Ah tidak apa-apa kok Shan, oom sudah
biasa kok” kata Rahman sambil menelan ludah. Ia merasa lidahnya kaku dan
sepertinya ia sudah merasakan cairan memek Shanti lumer dimulutnya.
Lalu Tuti membuka celana Rahman dan sekaligus memelorotkan celana
dalamnya, maka meloncat keluar kontol yang sudah agak tegang. Shanti
menutup mulutnya melihat kontol yang lumayan besar dan panjang itu.
Wajahnya bersemu merah, ia tidak dapat berkata apa karena malu, ia ingin
lari tapi ia takut Tuti tersinggung.
“Nih lihat ini Shan. Ini yang namanya
kontol enak? bisik Tuti sambil mengocok pelan kontol Rahman dan Shanti
bisa melihat ada lendir bening di kepala kontol itu seperti lendir
memeknya. Lalu ia terbelalak melihat Tuti dengan lahap mengulum kontol
itu, bahkan Shanti bingung melihat kontol itu lenyap dalam mulut Tuti.
Dan Rahman mendengus-dengus sambil memompanya dalam mulut wanita itu.
Shanti gemetar menyaksikan pemandangan yang tidak pernah dibayangkannya.
Sungguh mengerikan, pikirnya. Apakah begitu enaknya sampai Tuti mau
menghisap kontol itu demikian dengan lahapnya?
“Mau cobain Shan? Enak banget….” Tuti
menarik gadis itu supaya berlutut juga. Rahman berdiri dan tersenyum
pada Shanti. Ia menyodorkan kontolnya yang sudah agak keras itu. Tuti
mengambil tangan Shanti dan dipaksanya tangan itu menjamah kontol
suaminya. Shanti berusaha menahan tangannya dengan setengah hati. Ia
bingung dan gundah, ia merasa memeknya seperti hendak meledak karena
berahi yang memuncak tapi ia juga malu dan ia tak ingin berselingkuh
dengan suami Tuti, tapi sekarang malah Tuti memaksanya menjamah daging
yang seperti dodol itu.
“Nggak apa-apa Shan, suamiku milik
kamu juga kok….” bisik Tuti. Kemudian Shanti merasakan daging itu
ditangannya, lumayan besar dan kenyal, ada lendir bening keluar dari
ujung kontol Rahman, dan Tuti mengusap lendir itu dan memasukkannya ke
mulut Shanti, Shanti merasa jijik, tapi ia hanya merasakan asin seperti
pejuh Pak Mohan. Lalu Tuti mendekatkan mulut Shanti sambil menekan
kepalanya supaya mendekati kontol Rahman. Dan entah bagaimana Shanti
pasrah saja ketika kontol itu sudah dalam mulutnya dan bergerak maju
mundur. Shanti merasa daging itu hangat dalam mulutnya dan memang kalau
dirasa-rasakan enak sekali, seperti mengemut es krim tapi tidak dingin
melainkan hangat, hanya sesekali lidahnya merasa.